Pengendalian gulma dapat dilakukan secara preventif, manual, kultur
teknis, biologi, hayati, terpadu dan kimia dengan menggunakan herbisida.
Pengendalian gulma dengan cara menggunakan herbisida banyak diminati
terutama untuk lahan pertanian yang cukup luas. Hal tersebut dikarenakan
herbisida lebih efektif membunuh dan mengendalikan gulma tanaman tahunan dan
semak belukar serta meningkatkan hasil panen pada tanaman pokok dibandingkan
dengan penyiangan biasa. Sehingga dalam mengaplikasikan herbisida pada
tanaman budidaya diperlukan pengetahuan tentang klasifikasi herbisida, respon
morpologi dan biokimia terhadap herbisida.
Pengertian Herbisida
Herbisida merupakan suatu bahan atau senyawa kimia yang digunakan
untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan gulma. Herbisida ini
dapat mempengaruhi satu atau lebih proses-proses (seperti pada proses
pembelahan sel, perkembangan jaringan, pembentukan klorofil, fotosintesis,
respirasi, metabolisme nitrogen, aktivitas enzim & sebagainya).
Herbisida berasal dari senyawa kimia organik maupun anorganik atau
berasal dari metabolit hasil ekstraksi dari suatu organisme. Herbisida bersifat racun
terhadap gulma atau tumbuhan pengganggu, juga terhadap tanaman. Herbisida
yang diaplikasikan dengan dosis tinggi akan mematikan seluruh bagian tumbuhan.
Namun pada dosis yang lebih rendah, herbisida akan membunuh tumbuhan
tertentu dan tidak merusak tumbuhan yang lainnya.
Menurut Sukman dan Yakup (1991) terdapat beberapa keuntungan
menggunakan herbisida diantaranya : dapat mengendalikan gulma sebelum
mengganggu tanaman budidaya, dapat mencegah kerusakan perakaran tanaman
yang dibudidayakan, lebih efektif dalam membunuh gulma, dalam dosis rendah
dapat berperan sebagai hormon tumbuh, dan dapat meningkatkan produksi
tanaman budidaya dibandingkan dengan perlakuan pengendalian gulma dengan
cara yang lain. Pemakaian suatu jenis herbisida secara terus menerus akan
membentuk gulma yang resisten sehingga akan sulit mengendalikannya.
Perbedaan Herbisida Bersadarkan Waktu Tanam Pada Lahan Pertanian.
Herbisida yang digunakan dalam pengendalian gulma pada lahan pertanian
menurut waktu aplikasinya dibedakan menjadi :
1. Herbisida pra-pengolahan tanah, adalah herbisida yang diaplikasikan
pada lahan sebelum lahan tersebut diolah dan ditumbuhi gulma dengan
tujuan membersihkan lahan sebelum dilakukannya pengolahan tanah,
contohnya adalah herbisida dengan bahan aktif paraquat.
2. Herbisida pra-tanam, adalah herbisida yang diaplikasikan pada lahan
setelah dilakukan pengolahan tanah dan sebelum lahan tersebut
ditanami tanaman budidaya dengan tujuan mengendalikan serta mencegah biji maupun organ perbanyakan vegetatif gulma lainnya yang muncul
berkat proses pembalikan tanah ke permukaan tumbuh di lahan, contohnya
adalah herbisida dengan bahan aktif EPTC dan triazin
3. Herbisida pra-tumbuh, adalah herbisida yang diaplikasikan setelah lahan
ditanami, namun sebelum tanaman dan gulma tumbuh di lahan tersebut
dengan tujuan menekan pertumbuhan gulma yang akan tumbuh bersamaan
dengan tumbuhnya tanaman budidaya, contohnya herbisida dengan bahan
aktif nitralin.
4. Herbisida pasca tumbuh, adalah herbisida yang diaplikasikan pada lahan
setelah tanaman yang dibudidayakan tumbuh di lahan tersebut dengan
tujuan menekan keberadaan gulma setelah tanaman yang dibudidayakan
tumbuh, contohnya adalah herbisida dengan bahan aktif propanil,
glyphosate, dan dalapon.
teknis, biologi, hayati, terpadu dan kimia dengan menggunakan herbisida.
Pengendalian gulma dengan cara menggunakan herbisida banyak diminati
terutama untuk lahan pertanian yang cukup luas. Hal tersebut dikarenakan
herbisida lebih efektif membunuh dan mengendalikan gulma tanaman tahunan dan
semak belukar serta meningkatkan hasil panen pada tanaman pokok dibandingkan
dengan penyiangan biasa. Sehingga dalam mengaplikasikan herbisida pada
tanaman budidaya diperlukan pengetahuan tentang klasifikasi herbisida, respon
morpologi dan biokimia terhadap herbisida.
Pengertian Herbisida
Herbisida merupakan suatu bahan atau senyawa kimia yang digunakan
untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan gulma. Herbisida ini
dapat mempengaruhi satu atau lebih proses-proses (seperti pada proses
pembelahan sel, perkembangan jaringan, pembentukan klorofil, fotosintesis,
respirasi, metabolisme nitrogen, aktivitas enzim & sebagainya).
Herbisida berasal dari senyawa kimia organik maupun anorganik atau
berasal dari metabolit hasil ekstraksi dari suatu organisme. Herbisida bersifat racun
terhadap gulma atau tumbuhan pengganggu, juga terhadap tanaman. Herbisida
yang diaplikasikan dengan dosis tinggi akan mematikan seluruh bagian tumbuhan.
Namun pada dosis yang lebih rendah, herbisida akan membunuh tumbuhan
tertentu dan tidak merusak tumbuhan yang lainnya.
Menurut Sukman dan Yakup (1991) terdapat beberapa keuntungan
menggunakan herbisida diantaranya : dapat mengendalikan gulma sebelum
mengganggu tanaman budidaya, dapat mencegah kerusakan perakaran tanaman
yang dibudidayakan, lebih efektif dalam membunuh gulma, dalam dosis rendah
dapat berperan sebagai hormon tumbuh, dan dapat meningkatkan produksi
tanaman budidaya dibandingkan dengan perlakuan pengendalian gulma dengan
cara yang lain. Pemakaian suatu jenis herbisida secara terus menerus akan
membentuk gulma yang resisten sehingga akan sulit mengendalikannya.
Perbedaan Herbisida Bersadarkan Waktu Tanam Pada Lahan Pertanian.
Herbisida yang digunakan dalam pengendalian gulma pada lahan pertanian
menurut waktu aplikasinya dibedakan menjadi :
1. Herbisida pra-pengolahan tanah, adalah herbisida yang diaplikasikan
pada lahan sebelum lahan tersebut diolah dan ditumbuhi gulma dengan
tujuan membersihkan lahan sebelum dilakukannya pengolahan tanah,
contohnya adalah herbisida dengan bahan aktif paraquat.
2. Herbisida pra-tanam, adalah herbisida yang diaplikasikan pada lahan
setelah dilakukan pengolahan tanah dan sebelum lahan tersebut
ditanami tanaman budidaya dengan tujuan mengendalikan serta mencegah biji maupun organ perbanyakan vegetatif gulma lainnya yang muncul
berkat proses pembalikan tanah ke permukaan tumbuh di lahan, contohnya
adalah herbisida dengan bahan aktif EPTC dan triazin
3. Herbisida pra-tumbuh, adalah herbisida yang diaplikasikan setelah lahan
ditanami, namun sebelum tanaman dan gulma tumbuh di lahan tersebut
dengan tujuan menekan pertumbuhan gulma yang akan tumbuh bersamaan
dengan tumbuhnya tanaman budidaya, contohnya herbisida dengan bahan
aktif nitralin.
4. Herbisida pasca tumbuh, adalah herbisida yang diaplikasikan pada lahan
setelah tanaman yang dibudidayakan tumbuh di lahan tersebut dengan
tujuan menekan keberadaan gulma setelah tanaman yang dibudidayakan
tumbuh, contohnya adalah herbisida dengan bahan aktif propanil,
glyphosate, dan dalapon.
Berdasarkan cara kerjanya herbisida yang digunakan untuk
mengendalikan gulma secara kimia pada lahan pertanian dibedakan menjadi :
1. Herbisida kontak, herbisida kontak adalah herbisida yang langsung
mematikan jaringan-jaringan atau bagian gulma yang terkena langsung
(kontak) larutan herbisida, terutama bagian gulma yang berwarna hijau.
Herbisida jenis ini bereaksi sangat cepat dan efektif jika digunakan untuk
memberantas gulma yang masih hijau, serta gulma yang masih memiliki
sistem perakaran tidak meluas. Salah satu contoh cara kerja herbisida
kontak adalah dengan cara menghasilkan radikal hidrogen peroksida yang
memecahkan membran sel dan merusak seluruh konfigurasi sel. Herbisida
kontak memerlukan dosis dan air pelarut yang lebih besar agar bahan
aktifnya merata ke seluruh permukaan gulma dan diperoleh efek
pengendalian aktifnya yang lebih baik. Bagian gulma yang tidak terkena
langsung oleh herbisida ini tidak akan rusak karena di dalam jaringan
tumbuhan bahan aktif herbisida kontak hampir tidak ada yang
ditranslokasikan ke bagian-bagian gulma lainnya. Jika ada, bahan tersebut ditranslokasikan melalui phloem. Herbisida kontak hanya mematikan
bagian tanaman hidup yang terkena larutan, jadi bagian tanaman dibawah
tanah seperti akar atau akar rimpang tidak terpengaruhi. Keistimewaannya
dapat membasmi gulma secara cepat, 2-3 jam setelah disemprot gulma
sudah layu dan 2-3 hari kemudian mati. Sehingga bermanfaat jika waktu
penanaman harus segera dilakukan. Kelemahannya, gulma akan tumbuh
kembali secara cepat sekitar 2 minggu kemudian dan bila herbisida ini
tidak menyentuh akar maka proses kerjanya tidak berpengaruh pada gulma.
Contohnya herbisida kontak adalah herbisida yang bahan aktifnya asam
sulfat 70 %, besi sulfat 30 %, tembaga sulfat 40 %, paraquat, gramoxon,
herbatop dan paracol.
mengendalikan gulma secara kimia pada lahan pertanian dibedakan menjadi :
1. Herbisida kontak, herbisida kontak adalah herbisida yang langsung
mematikan jaringan-jaringan atau bagian gulma yang terkena langsung
(kontak) larutan herbisida, terutama bagian gulma yang berwarna hijau.
Herbisida jenis ini bereaksi sangat cepat dan efektif jika digunakan untuk
memberantas gulma yang masih hijau, serta gulma yang masih memiliki
sistem perakaran tidak meluas. Salah satu contoh cara kerja herbisida
kontak adalah dengan cara menghasilkan radikal hidrogen peroksida yang
memecahkan membran sel dan merusak seluruh konfigurasi sel. Herbisida
kontak memerlukan dosis dan air pelarut yang lebih besar agar bahan
aktifnya merata ke seluruh permukaan gulma dan diperoleh efek
pengendalian aktifnya yang lebih baik. Bagian gulma yang tidak terkena
langsung oleh herbisida ini tidak akan rusak karena di dalam jaringan
tumbuhan bahan aktif herbisida kontak hampir tidak ada yang
ditranslokasikan ke bagian-bagian gulma lainnya. Jika ada, bahan tersebut ditranslokasikan melalui phloem. Herbisida kontak hanya mematikan
bagian tanaman hidup yang terkena larutan, jadi bagian tanaman dibawah
tanah seperti akar atau akar rimpang tidak terpengaruhi. Keistimewaannya
dapat membasmi gulma secara cepat, 2-3 jam setelah disemprot gulma
sudah layu dan 2-3 hari kemudian mati. Sehingga bermanfaat jika waktu
penanaman harus segera dilakukan. Kelemahannya, gulma akan tumbuh
kembali secara cepat sekitar 2 minggu kemudian dan bila herbisida ini
tidak menyentuh akar maka proses kerjanya tidak berpengaruh pada gulma.
Contohnya herbisida kontak adalah herbisida yang bahan aktifnya asam
sulfat 70 %, besi sulfat 30 %, tembaga sulfat 40 %, paraquat, gramoxon,
herbatop dan paracol.
2. Herbisida sistemik, herbisida sistemik adalah herbisida yang mematikan
gulma dengan cara bahan aktifnya ditranslokasikan ke seluruh tubuh atau
bagian jaringan gulma, mulai dari daun sampai keperakaran atau
sebaliknya. Herbisida ini membutuhkan waktu 1-2 hari untuk membunuh
tanaman pengganggu tanaman budidaya (gulma) karena tidak langsung
mematikan jaringan tanaman yang terkena, namun bekerja dengan cara
menganggu proses fisiologi jaringan tersebut lalu dialirkan ke dalam
jaringan tanaman gulma dan mematikan jaringan sasarannya seperti daun,
titik tumbuh, tunas sampai ke perakarannya. Herbisida sistemik mematikan
gulma dengan menghambat fotosisntesis, seperti herbisida berbahan aktif
triazin dan substitusi urea amida; menghambat pernafasan (respirasi),
seperti herbisida berbahan aktif amitrol dan arsen; menghambat
perkecambahan, seperti herbisida berbahan aktif tiokarbamat dan
karbamat; menghambat pertumbuhan gulma, seperti herbisida berbahan
aktif 2, 4 D, dicamba, dan picloram. Beberapa faktor yang mempengaruhi
efektivitas herbisida sistemik adalah keadaan gulma dalam masa tumbuh
aktif, cuaca yang cerah serta tidak berangin pada saat penyemprotan, tidak
melakukan penyemprotan pada saat menjelang hujan, areal yang akan
disemprot dikeringkan terlebih dahulu, gunakan air bersih sebagai bahan
pelarut. Keistimewaan dari herbisida sistemik ini yaitu dapat mematikan
tunas-tunas yang ada dalam tanah, sehingga menghambat pertumbuhan gulma tersebut. Efek terjadinya hampir sama merata ke seluruh bagian
gulma, mulai dari bagian daun sampai perakaran. Dengan demikian, proses
pertumbuhan kembali juga terjadi sangat lambat sehingga rotasi
pengendalian dapat lebih lama (panjang). Penggunaan herbisida sistemik
ini secara keseluruhan dapat menghemat waktu, tenaga kerja, dan biaya
aplikasi. Herbisida sistemik dapat digunakan pada semua jenis alat
semprot, termasuk sistem ULV (Micron Herbi), karena penyebaran bahan
aktif ke seluruh gulma memerlukan sedikit pelarut.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi selektivitas suatu herbisida yakni
faktor fisik dan faktor biologi atau hayati.
a. Faktor-fisik yang mempengaruhi selektivitas yaitu semua faktor yang
dapat mempengaruhi kontak antara herbisida yang diaplikasikan dengan
permukaan gulma yang akan dikendalikan serta retensi atau pengikatan
herbisida tersebut pada permukaan. Supaya efektif dalam
mengendalikan gulma, maka herbisida yang diaplikasikan harus tetap
kontak atau melekat atau berada pada tumbuhan sasaran atau gulma dan
bertahan dalam waktu yang cukup lama serta dalam jumlah yang dapat
mematikan gulma tersebut. Selektivitas ini dipengaruhi oleh dosis dan
formulasi herbisida. Jumlah atau dosis herbisida yang diaplikasikan dan
dapatdiserap oleh gulma akan menentukan selektivitas herbisida
tersebut. Semua jenis herbisida bersifat tidak selektif apabila
diaplikasikan dengan dosis yang tinggi. Formulasi herbisida, misalnya
adanya perekat atau tidak, akan menentukan jumlah herbisida yang
mampu melekat pada permukaan gulma (Sjahril dan Syam’un, 2011).
b. Faktor biologi yang menentukan selektivitas herbisida berkaitan dengan
sifat morfologi, fisiologi, dan metabolisme tumbuhan. Permukaan daun
yang berlilin, halus, atau berambut lebat akan lebih sulit terbasahi oleh
herbisida yang diaplikasikan dengan pelarut air bila dibandingkan
dengan permukaan yang tidak berlilin atau berambut. Posisi daun yang
tegak juga akan menampung lebih sedikit herbisida yang diaplikasikan
dibandingkan daun yang posisinya horisontal atau datar. Herbisida yang
telah masuk dalam sel, sebagian ada yang tidak mobil dan yang lainnya
dapat ditranslokasikan ke sel-sel lainnya. Sifat mobilitas herbisida
dalam sel ini juga memiliki kontribusi terhadap selektivitas herbisida.
Selektivitas antar spesies tumbuhan dapat pula disebabkan karena
tumbuhan tertentu mampu mendetoksifikasi (membuat tidak beracun)
herbisida yang diaplikasikan dibandingkan spesies lainnya.
gulma dengan cara bahan aktifnya ditranslokasikan ke seluruh tubuh atau
bagian jaringan gulma, mulai dari daun sampai keperakaran atau
sebaliknya. Herbisida ini membutuhkan waktu 1-2 hari untuk membunuh
tanaman pengganggu tanaman budidaya (gulma) karena tidak langsung
mematikan jaringan tanaman yang terkena, namun bekerja dengan cara
menganggu proses fisiologi jaringan tersebut lalu dialirkan ke dalam
jaringan tanaman gulma dan mematikan jaringan sasarannya seperti daun,
titik tumbuh, tunas sampai ke perakarannya. Herbisida sistemik mematikan
gulma dengan menghambat fotosisntesis, seperti herbisida berbahan aktif
triazin dan substitusi urea amida; menghambat pernafasan (respirasi),
seperti herbisida berbahan aktif amitrol dan arsen; menghambat
perkecambahan, seperti herbisida berbahan aktif tiokarbamat dan
karbamat; menghambat pertumbuhan gulma, seperti herbisida berbahan
aktif 2, 4 D, dicamba, dan picloram. Beberapa faktor yang mempengaruhi
efektivitas herbisida sistemik adalah keadaan gulma dalam masa tumbuh
aktif, cuaca yang cerah serta tidak berangin pada saat penyemprotan, tidak
melakukan penyemprotan pada saat menjelang hujan, areal yang akan
disemprot dikeringkan terlebih dahulu, gunakan air bersih sebagai bahan
pelarut. Keistimewaan dari herbisida sistemik ini yaitu dapat mematikan
tunas-tunas yang ada dalam tanah, sehingga menghambat pertumbuhan gulma tersebut. Efek terjadinya hampir sama merata ke seluruh bagian
gulma, mulai dari bagian daun sampai perakaran. Dengan demikian, proses
pertumbuhan kembali juga terjadi sangat lambat sehingga rotasi
pengendalian dapat lebih lama (panjang). Penggunaan herbisida sistemik
ini secara keseluruhan dapat menghemat waktu, tenaga kerja, dan biaya
aplikasi. Herbisida sistemik dapat digunakan pada semua jenis alat
semprot, termasuk sistem ULV (Micron Herbi), karena penyebaran bahan
aktif ke seluruh gulma memerlukan sedikit pelarut.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi selektivitas suatu herbisida yakni
faktor fisik dan faktor biologi atau hayati.
a. Faktor-fisik yang mempengaruhi selektivitas yaitu semua faktor yang
dapat mempengaruhi kontak antara herbisida yang diaplikasikan dengan
permukaan gulma yang akan dikendalikan serta retensi atau pengikatan
herbisida tersebut pada permukaan. Supaya efektif dalam
mengendalikan gulma, maka herbisida yang diaplikasikan harus tetap
kontak atau melekat atau berada pada tumbuhan sasaran atau gulma dan
bertahan dalam waktu yang cukup lama serta dalam jumlah yang dapat
mematikan gulma tersebut. Selektivitas ini dipengaruhi oleh dosis dan
formulasi herbisida. Jumlah atau dosis herbisida yang diaplikasikan dan
dapatdiserap oleh gulma akan menentukan selektivitas herbisida
tersebut. Semua jenis herbisida bersifat tidak selektif apabila
diaplikasikan dengan dosis yang tinggi. Formulasi herbisida, misalnya
adanya perekat atau tidak, akan menentukan jumlah herbisida yang
mampu melekat pada permukaan gulma (Sjahril dan Syam’un, 2011).
b. Faktor biologi yang menentukan selektivitas herbisida berkaitan dengan
sifat morfologi, fisiologi, dan metabolisme tumbuhan. Permukaan daun
yang berlilin, halus, atau berambut lebat akan lebih sulit terbasahi oleh
herbisida yang diaplikasikan dengan pelarut air bila dibandingkan
dengan permukaan yang tidak berlilin atau berambut. Posisi daun yang
tegak juga akan menampung lebih sedikit herbisida yang diaplikasikan
dibandingkan daun yang posisinya horisontal atau datar. Herbisida yang
telah masuk dalam sel, sebagian ada yang tidak mobil dan yang lainnya
dapat ditranslokasikan ke sel-sel lainnya. Sifat mobilitas herbisida
dalam sel ini juga memiliki kontribusi terhadap selektivitas herbisida.
Selektivitas antar spesies tumbuhan dapat pula disebabkan karena
tumbuhan tertentu mampu mendetoksifikasi (membuat tidak beracun)
herbisida yang diaplikasikan dibandingkan spesies lainnya.